Sabtu, 25 April 2015

RINDERPEST VIRUS



  2.1            Penyakit Rinderpest
Rinderpest merupakan penyakit sistemik akut atau subakut yang sangat menular pada sapi, yang dicirikan oleh nekrosis dan erosi mukosa pada saluran pernafasan dan saluran pencernaan serta serangan penyakit ini secara tiba-tiba. Konstipasi awal, biasanya didahului oleh dehidrasi dan kelemahan yang hebat, akan diikuti oleh mencret. Karena angka kematiannya yang tinggi, penyakit ini dapat menyebabkan malapetaka kerugian ekonomi.
Virus rinderpest menyebabkan kematian hebat pada sapi di banyak bagian dunia selama berabad-abad. Penyakit ini pertama kali diperikan pada abad keempat dan tidak dapat dimusnahkan dari Eropa sampai abad ke 19. Dewasa ini, penyakit ini masih menyebabkan kerugian ekonomi yang besar di Afrika, Timur Tengah dan berbagai tempat di Asia.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjQrR3qF5z1VFDJRSx1fjhXmDkFPUX1D3n-mMTrPVaYUMdp2l-hAyuSagKrC588j74mTSFpgNNajc1xuG-q6N16qM2EOqyKp1j2hGU-NdcjSMcOylAnj8870sP63n3upNRP1g9S9TJKOe8/s320/nrmicro1550-i1i.jpg
Selain itu virus rinderpest juga menyerang kerbau dan ruminansia liar. Virus ini termasuk dalam genus Morbillivirus dan family Paramyxoviridae.
Berdasarkan kajian genetik diperkirakan bahwa virus rinderpest merupakan prototipe dari morbillivirus, yang menghasilkan virus distemper anjing dan virus campak manusia sekitar 5000-10.000 tahun yang lalu.
Virus rinderpest merupkan agen pertama yang bertanggungjawab terhadap penyakit campak, canine distemper, peste des petites ruminansia, dan phocine distemper.

Rinderpest virus, penyebab penyakit “wabah lembu" di Jerman, menjadi virus yang paling membinasakan penyakit ternak dalam sejarah.Virus ini menginfeksi hewan anggota artiodactyla. Virus Rinderpest ( RPV) telah digolongkan sebagai Morbillivirus, dari genus Paramyxoviruses. Rinderpest tidak berefek pada manusia (tidak bisa menginfeksi manusia, namun virus dapat menginfeksi anjing, biri biri dan kambing, yang kemudian menjadi pembawa dan penyebar virus ini walaupun virus ini sangat mematikan, namun virus ini dapat dengan mudah pecah dan rusak oleh panas, pengeringan, dan sinar matahari.
Angka kematian dari penyakit Riderpest ini sangat tinggi. Penyebaran virus Rinderpest dapat melalui kontak langsung dengan hewan penderita rinderpest, meminum air yang terkontaminasi virus, dan dapat juga ditularkan lewat udara pernafasan. Gejala penyakit ini meliputi demam, hilangnya selera makan, dan radang pada hidung serta mata. kemudian diikuti dengan pendarahan pada mulut, hidung, dan organ kelamin hewan, serta diare akut (diare berdarah). Umumnya hewan yang terinfeksi rinderpest akan mati setelah 6-12 hari setelah menunjukkan gejala klinis.
  2.2            Etiologi
Rinderpest disebabkan oleh virus yang termasuk genus morbillivirus dari famili Paramyxovirus.
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/5/5b/Rinderpest_Virus.JPG
Virus lain yang termasuk dalam genus morbillivirus adalah canine distemper, measles, porcine distemper, equine morbillivirus pneumonia dan peste des petis ruminants.
Virus rinderpest relative tidak stabil dan tidak dapat bertahan lama dalam sekresi yang telah mongering dan pada karkas hewan mati. Virus ini sangat sensitive terhadap suhu ( inaktif pada suhu 56°C ) basa dan asam kuat.


  2.1            Epidemiologi
Kisaran inangnya meliputi sapi piaraan, kerbau air, domba dan kambing. Unta adalah rentan tetapi tidak berperan penting dalam epidemiologi penyakit. Babi piaraan dapat menunjukkan gejala klinis dan dianggap sebagai sumber virus yang penting di Asia. Sesama hewan liar, semua spesies dari genus Artiodactyla adalah rentan.
Di daerah endemis, penyakit ini menular dari satu hewan ke hewan lainnya melalui kontak, infeksi yang terjadi lewat udara. Virus dikeluarkan dalam sekresi dari hidung, tenggorokan, dan konjungtiva, serta dalam tinja, air kemih, dan susu. Sapi yang terinfeksi mengeluarkan virus selama masa inkubasi, sebelum gejala klinis tampak, dan di Afrika serta Asia, hewan yang demikian itu merupakan sumber terpenting bagi masuknya rinderpest ke daerah yang bebas penyakit ini. Karena virus tidak tahan panas, penularan tidak langsung lewat daging segar dan produk daging, makanan, dan kendaraan pengangkut tidak biasa terjadi.
  2.2            Struktur Virus
·         Virus ini memiliki kapsid berbentuk bola dengan selubung protein di dalamnya.
·         Materi genetiknya berupa RNA
·         Memiliki 6 protein struktural (large, fosfoprotein, hemaglutinin, nucleoprotein, fusion, dan membran protein)

  2.3            Infeksi virus
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEicYrrY5Kdntc71nNRCDh9dZuYH_pcTSr_OLrilRnU15yRtAOYHJ7tm-8YJlIIAVuXgdVSuodq1HZJEVSZNl1sSgTqYNWXahGJ7WlU49Ny84Zg8U_yZ5djGc75mRzbDg7YWaZXeQIP_Vj4/s320/nrmicro1550-i1iii.jpg
Protein permukaan virus berikatan dengan reseptor sel hospes, kemudian terjadi fusi dan perpindahan materi genetik virus ke sel hospes. Polimerase langsung mulai membentuk 6 mRNA untuk masing-masing protein struktural virus. Lalu ribosom hospes mentranslasi mRNA membentuk protein virus, dan terjadi perakitan virus. Virus-virus baru yang telah selesai dirakit kemudian keluar dari sel untuk menginfeksi sel lain dengan membentuk budding.
  2.4            Penyebaran Rinderpes
Rinderpes tersebar antara hewan melalui kontak langsung. Virus itu dapat di sekresi dari mata, hidung, atau mulut, dan kotoran, urine, darah, susu, atau reproduksi cairan dari hewan yang terinfeksi. Virus juga dapat disebarkan oleh fomites seperti peralatan yang terkontaminasi, pakan palung dan penyiraman tank. Erosol penularan dapat terjadi, tetapi biasanya hanya jarak yang sangat pendek.
  2.5            Sel target Virus
Sel target virus adalah kelenjar getah bening (limfa), epitelium sel pernafasan dan gastrointestinal.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi49nSzzlL8UYPZ4u5R5ls0c0dyXMDgjbNb86aKq-C1FJ33a0sMMNy4w2tPKziwEK_6pQvyF-OgZY0mJ-Aryy71bd8IkEZF7BzI5zAuhfCFLse5ruDMC1Js6DKmx32EKbpKr5ly8jHRqso/s1600/300px-Rinderpestmouth.jpg
  2.6            Hewan Peka
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjzbX6JMA8vs0qvoPBc0j2Wmw0mlQd2KZBh-KGLB_D-KFwIfSm8dRhPF6zqczI5yBCEMxcGcgF0XCke1PeoCsqhPDom0w31UeUp6zOoZO_TyVvLM9JmAMdYXzA7i45bssGcK5xDD1lpgDo/s1600/300px-V8180T12.jpeg
Hewan yang peka terutama sapi dan kerbau, meskipun demikian sebagian besar ruminansia peka terhadap rinderpest hanya tingkat kepekaannya sangat berbeda. Hewan lain yang peka adalah babi, domba, kambing, jerapah, warthtogs, anthelop.
  2.7            Sifat Virus Rinderpest
·         Terdapat hanya satu serotipe, yang secara antigenik stabil dan mempunyai reaksi silang dengan morbillivirus yang lain.
·         Virusnya labil dan secara cepat menjadi tidak aktif pada bangkai, hanya dalam beberapa jam pada kondisi tropis.
·         Pada tinja, virus tetap menular selama sekitar 48 jam, sedangkan daging, limpa, dan buku limfa pada temperatur 5o C tetap menular sampai 2-3 hari.
·         Untuk disinfeksi, natrium hidroksida, deterjen, dan semua disinfektan komersial adalah ampuh.

  2.8            Gejala Klinis
·         Gejala klinisnya beragam tergantung kepada kerentanan bangsa atau spesies atau ruminansia dan status kekebalan dari hewannya.
·         Setelah masa inkubasi 4 sampai 15 hari, temperatur meningkat mencapai 41o C, dan terjadi anoreksia, kelemahan dan depresi.
·         Terjadi pengeluaran air mata dan ingus yang meningkat, disertai oleh pengeluaran air liur.
·         Nekrosis terpusat, erosi luar, dan bercak perdarahan timbul pada mukosa mulut.
·         Sesak nafas, batuk-batuk, dan mencret terjadi antara hari ke-4 dan ke-7 demam.
·         Tinja berair dan mengandung darah serta mukosa yang mengelupas; dehidrasi terjadi pada kasus yang ganas.
·         Kematian biasanya terjadi antara 6 dan 12 hari setelah mulainya gejala klinis. Pada populasi sapi yang sangat rentan, semua hewan yang terinfeksi akan sakit, dengan angka kematian mencapai 90%.
·         Bangsa sapi asli di Afrika mempunyai angka kematian yang lebih rendah, sampai 50%. Sapi yang mampu bertahan akan sembuh dalam 4-5 minggu setelah mulainya penyakit dan kebal seumur hidup; tidak ada status pembawa virus.

  2.9            Diagnosis
·         Laboratorium
Di negara tempat berjangkitnya rinderpest secara endemis, diagnosis klinis biasanya sudah memadai. Di negara yang bebas dari penyakit ini tetapi melakukan impor hewan, rinderpest dapat dikelirukan oleh penyakit lain yang mempengaruhi mukosa, seperti mencret virus sapi, dan penyakit ingusan, dan pada stadium awal, sulit membedakannya dengan rhinotrakeitis sapi menular dan penyakit mulut-dan-kuku. Virus menginfeksi berbagai macam sel, tetapi isolasi untuk diagnosis laboratorium secara rutin dilakukan pada biakan sel ginjal sapi.
·         Diagnosis Serologis
·         Uji penetralan
·         ELISA

2.10            Patogenesis dan Imunitas
Setelah infeksi dalam hidung (intranasal), virus bereplikasi dan antigen virus dapat diamati pada tonsil, dan buku limfa pada rahang bawah dan farings 24 jam setelah infeksi. Viremia timbul 2-3 hari setalah infeksi dan 1-3 hari sebelum hewan menderita demam. Setelah terjadi penyebaran sistemik, virus dapat ditemukan pada buku limfa, limpa, sumsum tulang, dan mukosa saluran pernafasan bagian atas, paru-paru, dan saluran pencernaan. Virus bereplikasi pada mukosa hidung, menyebabkan nekrosis, erosi, dan eksudasi fibrin. Sapi yang sembuh dari rinderpest mempunyai kekebalan seumur hidup. Antibodi penetral tampak 6-7 hari setelah mulainya gejala klinis, dan titer maksimumnya tercapai selama minggu ketiga dan keempat.
2.11            Pengobatan,  pencegahan dan pengendalian
Sebelum vaksin rinderpest ditemukan, penyakit ini dicegah dengan mengkarantina hewan-hewan ternak. Baru kemudian setelah tahun 1890, mulai dilakukan imunisasi terhadap penyakit ini dengan menyuntikkan lembu yang sehat dengan darah lembu lain yang terinfeksi rinderpest.
Kemudian vaksin rinderpest ditemukan, dengan merekombinasi protein permukaan RPV ke vaccinia (vaksin untuk cacar sapi)
Di negara bebas rinderpest, upaya kesehatan masyarakat veteriner dimaksudkan untuk mencegah masuknya virus. Dilarang mengimpor daging mentah dan produk daging dari negara yang terinfeksi, dan hewan kebun binatang harus dikarantina sebelum dikirim ke negara yang demikian itu. Di negara tempat rinderpest bersifat endemis, atau ada kemungkinan besar penyakit itu akan masuk, digunakan vaksin virus hidup teratenuasi.
Vaksin didasarkan kepada galur virus yang diadaptasikan pada kelinci dan secara beruntun disepihkan pada sel ginjal pedet, menghasilkan vaksin yang aman karena tidak dikeluarkan oleh penerima (resipien), ampuh karena vaksin itu menimbulkan kekebalan jangka panjang, dan murah pembuatannya. Itu merupakan salah satu vaksin yang paling baik untuk mengatasi penyakit hewan, tetapi vaksin yang digunakan dewasa ini tidak tahan panas dan memerlukan ”rantai-dingin” yang harus dipertahankan dengan baik, suatu masalah praktis yang sulit diatasi bagi banyak daerah yang kejangkitan rinderpest. Dengan vaksin virus hidup teratenuasi yang ditumbuhkan dalam biakan sel, antibodi untuk pertama kali dapat dideteksi 7-17 hari setelah vaksinasi, dan antibodi penetral tetap ada seumur hidup.

Senin, 21 April 2014

Jika berbicara mengenai kesrawan (kesejahteraan Hewan) maka yang terlintas dibenak saya adalah bagaimana hewan hidup dengan tenang, sejahtera, dan layak. Serta memperlakuan hewan dengan wajar, selayaknya perlakuan kita kepada makhluk tuhan yang lain.
Namun mirisnya di negara kita tercinta masih banyak orang yang memperlakukan hewan tidak berdasarkan asas perikehewanan, mati karena keegoisan manusia, hingga terjadi kepunahan yang tidak seharusnya terjadi.
*Gambar- gambar ini merupakan dokumen pribadi saya pada saat magang.
PENERAPAN KESRAWAN
1.     


1. Ini merupakan gambar-gambar  Hewan yang sedang sakit dengan pemilik-pemilik yang sadar akan kesejahteraan dan pentingnya kepulihan ternaknya, mereka sengaja menghubungi dinas terkait, atau dokter hewan untuk menyembuhkan hewan mereka. Pemilik menyemprotkan gusanex agar luka kuda tersebut cepat sembuh dan tidak di hinggapi oleh lalat-lalat penyebab ektoparasit. Selain itu penyomprotan dilakukan agar kuda tidak merasa terganggu (gatal/sakit) dan menggaruk-garukkan luka ke objek padat.
            Selanjutnya ada gambar pegawai dinas peternakan memeriksa kesehatan seekor induk sapi, dimana si pemilik mengeluhkan bahwa induk sapi tersebut kurang nafsu makan,  pemilik mengakhawatirkan gangguan kesehatan si induk akan berdampak pada kesehatan janin, terlihat bahwa pemilik selalu sigap untuk kesejahteraan dan kenyamanan dari hewan-hewan ternaknya.
2. 
Gambar ini di ambil di salah satu RPH, walaupun RPH ini belum merupakan RPH yang diolah secara modern namun, RPH ini telah di olah secara apik dan berdasarkan kehalalan dan kesejahteraan hewan itu sendiri, mulai dari pemeriksaan hewan sebelum dipotong apakah layak potong atau tidak, hewan dipotong menggunakan golok/parang yang tajam tanpa mengangkat golok tersebut saat penyembelihan, hingga pengulitan yang dilakukan setelah sapi benar-benar mati.

2.      
Sapi yang disembeli dasana pun terlihat lebih segar dan terhindar dari daging gelonggongan, terbukti saat penjual berani menggantung daging sapinya tanpa ragu (tampak digambar), untuk membuktikan sapi tidak mengandung air yang berlebih.


PELANGGARAN KESRAWAN
1.     
gambar disamping mungkin terlihat tidak ada masalah, namun jika di teliti secara seksama, permasalahan dari gambar di samping adalah  kandang dari si sapi yang terlalu mepet dan sempit, sehingga sapi tersebut kesulitan untuk bergerak di kandang tersebut, bisa-bisa sapi tersebut dapat melukai dirinya sendiri jika terlalu banyak bergerak, dan perhatikan kepala sapi tersebut terdapat tali pengikat selayaknya bridles, tali itu sebenarnya sangat bermanfaat bagi si pemilik sapi, namun jika tali itu terus terpasang tanpa di cek maupun dilepas sesekali bisa-bisa tali tersebut melukai daerah-daerah tertentu pada kepala si sapi, terlebih, secara logika sapi sama halnya seperti manusia, ada yang dinamakan proses pertumbuhan, bisa jadi saat di pasangkan tali tersebut sapi masih dalam proses pertumbuhan sehingga jika benar adanya, volume kepala membesar tali tetap kencang terikat, maka bisa menyebabkan inpuls saraf ke daerah tersebut terputus dan juga kulit sapi bisa bergesekan dengan tali pengikat tersebut, selanjutnya bisa terjadi luka, dan muncullah infeksi-infeksi sekunder lain.


    2.     
Ini merupakan kasus sapi yang terkena racun atau senyawa toksik asam triterpenoid dari tumbuhan liar ‘lantana camara’ tumbuhan ini biasanya tumbuh liar di daerah tropis dan subtropis seperti indonesia, hubungannya dengan kesrawan adalah tanaman ini lebih dikenal dengan tanaman yang berbau khas (busuk) dan sangat menyengat sehingga sebenarnya sapi tidak akan memakan tanaman tersebut, namun keracunan biasanya di sebabkan karena sapi sulit mendapatkan makanan atau sapi telah sangat teramat kelaparan sehingga mau tidak mau memakan apa saja yang tersedia oleh alam termasuk tanaman ini,  pemilik disini berperan penting dimana pemilik seharusnya menyediakan makanan yang cukup bagi nutrisi si sapi, sehingga tidak harus memakan tanaman racun yang berbahaya dan yang paling penting si pemilik harus selalu menaga kebersihan kandang dan lingkungannya dari kotoran maupun tanaman yang berbahaya seperti lantana camara tersebut.

KNEMIDOCOPTIDAE GALLINAE dan CHORIOPTES BOVIS
NAMA : ANDI HUSNUL KHATIMAH
NIM : O111 12 274

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

  1. KNEMIDOCOPTIDAE GALLINAE

Famili : Knemidocoptidae
Genus : Knemidocoptes
Spesies : K. mutans, K. pilae, K. gallinae, K. jamaicensis
 

Knemidocoptes adalah satu-satunya genus tungau penggali yang ditemukan pada burung . Ada tiga jenis utama Knemidocoptes yang mempengaruhi burung dan ini adalah K. mutans , K. gallinae dan K. pilae , yang semuanya menyebabkan manifestasi penyakit yang berbeda dan tanda-tanda klinis
Knemidocoptes gallineae merupakan tungau pencabut bulu. Bentuknya mirip dengan tungau kaki bersisik. Tungau tersebut ditemukan pada ayam, burung dara, dan burung kuau, dan biasanya menggali bagian dasar tangkai bulu pada lapisan epidermis. Iritasi yang terus menerus oleh tungau tersebut dapat mengakibatkan ayam mematuk bulunya. Ayam yang terserang tungau knemidocoptes gallineae biasanya mengalami penurunan berat badan dan produksi telur.
Tungau cenderung menginfeksi daerah yang tidak ditumbuhi bulu burung atau ayam sehingga sering menimbulkan bercak sebagai tanda klinis . Penyebaran tungau ini terjadi dari kontak dekat berkepanjangan antara ayam.
Ciri-ciri : Knemidocoptidae Gallinae (parasit unggas)
1.      Ukuran tubuh : 0,25-0,5 mm
2.      Tubuh bulat (globose)
3.      Kaki pendek, tumpul, ruas kaki terakhir berambut pendek.
4.      Garis-garis terputus pada bagian atas badan seperti sisik, tanpa spina pada dorsal tubuh
5.      Sepasang bulu panjang pada bagian belakang
6.      Hanya jantan yang memiliki sucker pada 4 pasang kaki
       Siklus Hidup :
Betina meletakkan telur pada terowongan dibawah sisik kaki sebanyak 40-50 butir, à menetas dalam waktu 3-8 hari, à larva akan membuat terowongan baru, à nimpha menuju permukaan kulit menjadi dewasa 4-6 hari setelah telur menetas.
Seluruh siklus hidup berlangsung pada satu host dan membutuhkan waktu antara 14 dan 21 hari untuk menyelesaikan . Tungau ini menyebar melalui kontak dekat dengan hewan yang terinfeksi , namun dapat bertahan untuk waktu yang terbatas dari host nya . Tungau knemidocoptes kawin terjadi pada host , pejantan dewasa akan meninggalkan saku moulting dan mencari betina baik pada kulit ataupun di dalam saku moulting .
Betina ovo - vivipar arti bahwa mereka melahirkan hidup larva muda . Setelah dibuahi betina akan membuat liang di lapisan atas epidermis , larva akan diletakkan di liang ini dan pindah ke permukaan kulit .
Larva tungau Knemidocoptes memiliki larva hexapod . Mereka menggali ke dalam kulit menciptakan kantung moulting dan menjalani dua tahap nymphal sebelum mencapai kematian .
          Pengendalian
Pengendalian tungau knemidocoptes gallineae, terutama ditujukan pada sanitasi/diisinfeksi kandang dan perlengkapannya dengan insektisida yang sesuai dan isolasi ayam yang terserang tungau tersebut
          Identifikasi
Knemidocoptes adalah tungau bulat kecil yang ditemukan di lokasi yang berbeda pada spesies unggas tergantung pada spesies tungau yang ada. Mereka memiliki penampilan berkaki kekar sebagai coxa mereka tenggelam ke dalam tubuh .
Tidak seperti tungau penggali lainnya , bagian tarsal dari tungau Knemidocoptes memiliki cakar yang strukturnya seperti rambut taktil . Mereka mungkin terlihat mirip dengan Sarcoptes spp . Namun mereka tidak memiliki pasak namun memiliki striations pada bagian dorsal. Tungau bernapas melalui kutikula. adanya anus juga dapat digunakan sebagai fitur pembeda .
          Tanda-tanda klinis K. gallinae
Penyakit yang terkait dengan tungau ini disebut depluming gatal . Tungau bersembunyi di poros bulu dan menyebabkan pruritus intens dan rasa sakit yang hebat sehingga burung itu akan menarik keluar bulu-bulunya . Oleh karena itu tanda-tanda klinis termasuk hilangnya bulu oleh trauma diri , depresi , intens pra - pendudukan dalam menarik keluar bulu . Burung itu sering tidak akan makan dan terjadi penurunan berat badan .


2.      CHORIOPTES BOVIS
Kingdom : Animalia
Class : Arachnida
Order: Astigmata
Family : Psoroptidae
Genus : Chorioptes
Species : Chorioptes bovis

Chorioptes bovis adalah tungau penyebab kudis menular. Berada  pada permukaan kulit kuda dan terutama pada ternak, tetapi juga mempengaruhi kambing , domba dan kelinci . Mereka menyebabkan infestasi parasit kulit namun kurang patogen dibandingkan tungau Psoroptes .
Ditemukan pada : kulit - terutama kaki , kaki ( terutama kuda berbulu lebat ) , ambing , perut dan pangkal ekor
          Identifikasi
Tungau memiliki tubuh oval dengan kaki panjang dan cangkir berbentuk pengisap pada pedikel unsegmented mereka. Mulut mereka tidak dapat menembus kulit . Betina berukuran sekitar 300μm panjang .
          Siklus hidup
Siklus hidup tungau Chorioptes bovis memakan waktu selama 3 minggu àBetina bertelur di permukaan kulit di sekitar tepi lesi kulit à Telur menetas dan larva melewati dua tahap nymphal sebelum berkembang menjadi dewasa àTelur yang ditemukan melekat pada permukaan kulit . Telur menetas dalam waktu empat hari. telur betina dapat hidup selama tiga minggu,  Jantan hingga tujuh sampai delapan minggu.
          Patogenesis
Tungau hidup di dasar rambut host dan memakan puing-puing kulit. Akibatnya tungau tersebut menyebabkan iritasi, hewan menggosok-gosok badannya dan dapat membentuk lesi . tungau dewasa dapat bertahan hidup dari tanah selama sekitar tiga minggu , yang berarti penularan bisa melalui tempat tidur dan perumahan serta melalui kontak langsung .

Sumber :
us.merial.com/producers/.../Chorioptes_bovis.pdf