2.1
Penyakit
Rinderpest
Rinderpest merupakan penyakit sistemik
akut atau subakut yang sangat menular pada sapi, yang dicirikan oleh nekrosis
dan erosi mukosa pada saluran pernafasan dan saluran pencernaan serta serangan
penyakit ini secara tiba-tiba. Konstipasi awal, biasanya didahului oleh
dehidrasi dan kelemahan yang hebat, akan diikuti oleh mencret. Karena angka
kematiannya yang tinggi, penyakit ini dapat menyebabkan malapetaka kerugian
ekonomi.
Virus rinderpest menyebabkan kematian
hebat pada sapi di banyak bagian dunia selama berabad-abad. Penyakit ini
pertama kali diperikan pada abad keempat dan tidak dapat dimusnahkan dari Eropa
sampai abad ke 19. Dewasa ini, penyakit ini masih menyebabkan kerugian ekonomi
yang besar di Afrika, Timur Tengah dan berbagai tempat di Asia.
Selain itu virus rinderpest juga
menyerang kerbau dan ruminansia liar. Virus ini termasuk dalam genus
Morbillivirus dan family Paramyxoviridae.
Berdasarkan kajian genetik diperkirakan
bahwa virus rinderpest merupakan prototipe dari morbillivirus, yang
menghasilkan virus distemper anjing dan virus campak manusia sekitar
5000-10.000 tahun yang lalu.
Virus rinderpest merupkan agen pertama
yang bertanggungjawab terhadap penyakit campak, canine distemper, peste des
petites ruminansia, dan phocine distemper.
Rinderpest virus, penyebab penyakit
“wabah lembu" di Jerman, menjadi virus yang paling membinasakan penyakit
ternak dalam sejarah.Virus ini menginfeksi hewan anggota artiodactyla. Virus
Rinderpest ( RPV) telah digolongkan sebagai Morbillivirus, dari genus
Paramyxoviruses. Rinderpest tidak berefek pada manusia (tidak bisa menginfeksi
manusia, namun virus dapat menginfeksi anjing, biri biri dan kambing, yang
kemudian menjadi pembawa dan penyebar virus ini walaupun virus ini sangat
mematikan, namun virus ini dapat dengan mudah pecah dan rusak oleh panas,
pengeringan, dan sinar matahari.
Angka kematian dari penyakit Riderpest
ini sangat tinggi. Penyebaran virus Rinderpest dapat melalui kontak langsung
dengan hewan penderita rinderpest, meminum air yang terkontaminasi virus, dan
dapat juga ditularkan lewat udara pernafasan. Gejala penyakit ini meliputi
demam, hilangnya selera makan, dan radang pada hidung serta mata. kemudian
diikuti dengan pendarahan pada mulut, hidung, dan organ kelamin hewan, serta
diare akut (diare berdarah). Umumnya hewan yang terinfeksi rinderpest akan mati
setelah 6-12 hari setelah menunjukkan gejala klinis.
2.2
Etiologi
Rinderpest disebabkan oleh virus yang
termasuk genus morbillivirus dari famili Paramyxovirus.
Virus lain yang termasuk dalam genus
morbillivirus adalah canine distemper, measles, porcine distemper, equine
morbillivirus pneumonia dan peste des petis ruminants.
Virus
rinderpest relative tidak stabil dan tidak dapat bertahan lama dalam sekresi
yang telah mongering dan pada karkas hewan mati. Virus ini sangat sensitive
terhadap suhu ( inaktif pada suhu 56°C ) basa dan asam kuat.
2.1
Epidemiologi
Kisaran inangnya meliputi sapi piaraan,
kerbau air, domba dan kambing. Unta adalah rentan tetapi tidak berperan penting
dalam epidemiologi penyakit. Babi piaraan dapat menunjukkan gejala klinis dan
dianggap sebagai sumber virus yang penting di Asia. Sesama hewan liar, semua spesies
dari genus Artiodactyla adalah rentan.
Di daerah endemis, penyakit ini menular
dari satu hewan ke hewan lainnya melalui kontak, infeksi yang terjadi lewat
udara. Virus dikeluarkan dalam sekresi dari hidung, tenggorokan, dan
konjungtiva, serta dalam tinja, air kemih, dan susu. Sapi yang terinfeksi
mengeluarkan virus selama masa inkubasi, sebelum gejala klinis tampak, dan di
Afrika serta Asia, hewan yang demikian itu merupakan sumber terpenting bagi
masuknya rinderpest ke daerah yang bebas penyakit ini. Karena virus tidak tahan
panas, penularan tidak langsung lewat daging segar dan produk daging, makanan,
dan kendaraan pengangkut tidak biasa terjadi.
2.2
Struktur
Virus
·
Virus ini memiliki
kapsid berbentuk bola dengan selubung protein di dalamnya.
·
Materi genetiknya
berupa RNA
·
Memiliki 6 protein
struktural (large, fosfoprotein, hemaglutinin, nucleoprotein, fusion, dan
membran protein)
2.3
Infeksi
virus
Protein permukaan virus berikatan dengan
reseptor sel hospes, kemudian terjadi fusi dan perpindahan materi genetik virus
ke sel hospes. Polimerase langsung mulai membentuk 6 mRNA untuk masing-masing
protein struktural virus. Lalu ribosom hospes mentranslasi mRNA membentuk
protein virus, dan terjadi perakitan virus. Virus-virus baru yang telah selesai
dirakit kemudian keluar dari sel untuk menginfeksi sel lain dengan membentuk
budding.
2.4
Penyebaran
Rinderpes
Rinderpes tersebar antara hewan melalui
kontak langsung. Virus itu dapat di sekresi dari mata, hidung, atau mulut, dan
kotoran, urine, darah, susu, atau reproduksi cairan dari hewan yang terinfeksi.
Virus juga dapat disebarkan oleh fomites seperti peralatan yang terkontaminasi,
pakan palung dan penyiraman tank. Erosol penularan dapat terjadi, tetapi
biasanya hanya jarak yang sangat pendek.
2.5
Sel
target Virus
Sel target virus adalah kelenjar getah
bening (limfa), epitelium sel pernafasan dan gastrointestinal.
2.6
Hewan
Peka
Hewan yang peka terutama sapi dan
kerbau, meskipun demikian sebagian besar ruminansia peka terhadap rinderpest
hanya tingkat kepekaannya sangat berbeda. Hewan lain yang peka adalah babi,
domba, kambing, jerapah, warthtogs, anthelop.
2.7
Sifat
Virus Rinderpest
·
Terdapat hanya satu
serotipe, yang secara antigenik stabil dan mempunyai reaksi silang dengan
morbillivirus yang lain.
·
Virusnya labil dan
secara cepat menjadi tidak aktif pada bangkai, hanya dalam beberapa jam pada
kondisi tropis.
·
Pada tinja, virus tetap
menular selama sekitar 48 jam, sedangkan daging, limpa, dan buku limfa pada
temperatur 5o C tetap menular sampai 2-3 hari.
·
Untuk disinfeksi, natrium
hidroksida, deterjen, dan semua disinfektan komersial adalah ampuh.
2.8
Gejala
Klinis
·
Gejala klinisnya
beragam tergantung kepada kerentanan bangsa atau spesies atau ruminansia dan
status kekebalan dari hewannya.
·
Setelah masa inkubasi 4
sampai 15 hari, temperatur meningkat mencapai 41o C, dan terjadi anoreksia,
kelemahan dan depresi.
·
Terjadi pengeluaran air
mata dan ingus yang meningkat, disertai oleh pengeluaran air liur.
·
Nekrosis terpusat,
erosi luar, dan bercak perdarahan timbul pada mukosa mulut.
·
Sesak nafas,
batuk-batuk, dan mencret terjadi antara hari ke-4 dan ke-7 demam.
·
Tinja berair dan
mengandung darah serta mukosa yang mengelupas; dehidrasi terjadi pada kasus
yang ganas.
·
Kematian biasanya
terjadi antara 6 dan 12 hari setelah mulainya gejala klinis. Pada populasi sapi
yang sangat rentan, semua hewan yang terinfeksi akan sakit, dengan angka
kematian mencapai 90%.
·
Bangsa sapi asli di
Afrika mempunyai angka kematian yang lebih rendah, sampai 50%. Sapi yang mampu
bertahan akan sembuh dalam 4-5 minggu setelah mulainya penyakit dan kebal
seumur hidup; tidak ada status pembawa virus.
2.9
Diagnosis
·
Laboratorium
Di negara tempat
berjangkitnya rinderpest secara endemis, diagnosis klinis biasanya sudah
memadai. Di negara yang bebas dari penyakit ini tetapi melakukan impor hewan,
rinderpest dapat dikelirukan oleh penyakit lain yang mempengaruhi mukosa,
seperti mencret virus sapi, dan penyakit ingusan, dan pada stadium awal, sulit
membedakannya dengan rhinotrakeitis sapi menular dan penyakit mulut-dan-kuku.
Virus menginfeksi berbagai macam sel, tetapi isolasi untuk diagnosis
laboratorium secara rutin dilakukan pada biakan sel ginjal sapi.
·
Diagnosis
Serologis
·
Uji penetralan
·
ELISA
2.10
Patogenesis
dan Imunitas
Setelah infeksi dalam hidung
(intranasal), virus bereplikasi dan antigen virus dapat diamati pada tonsil,
dan buku limfa pada rahang bawah dan farings 24 jam setelah infeksi. Viremia
timbul 2-3 hari setalah infeksi dan 1-3 hari sebelum hewan menderita demam.
Setelah terjadi penyebaran sistemik, virus dapat ditemukan pada buku limfa,
limpa, sumsum tulang, dan mukosa saluran pernafasan bagian atas, paru-paru, dan
saluran pencernaan. Virus bereplikasi pada mukosa hidung, menyebabkan nekrosis,
erosi, dan eksudasi fibrin. Sapi yang sembuh dari rinderpest mempunyai
kekebalan seumur hidup. Antibodi penetral tampak 6-7 hari setelah mulainya
gejala klinis, dan titer maksimumnya tercapai selama minggu ketiga dan keempat.
2.11
Pengobatan,
pencegahan dan pengendalian
Sebelum vaksin rinderpest ditemukan,
penyakit ini dicegah dengan mengkarantina hewan-hewan ternak. Baru kemudian
setelah tahun 1890, mulai dilakukan imunisasi terhadap penyakit ini dengan
menyuntikkan lembu yang sehat dengan darah lembu lain yang terinfeksi
rinderpest.
Kemudian vaksin rinderpest ditemukan,
dengan merekombinasi protein permukaan RPV ke vaccinia (vaksin untuk cacar
sapi)
Di negara bebas rinderpest, upaya kesehatan
masyarakat veteriner dimaksudkan untuk mencegah masuknya virus. Dilarang
mengimpor daging mentah dan produk daging dari negara yang terinfeksi, dan
hewan kebun binatang harus dikarantina sebelum dikirim ke negara yang demikian
itu. Di negara tempat rinderpest bersifat endemis, atau ada kemungkinan besar
penyakit itu akan masuk, digunakan vaksin virus hidup teratenuasi.
Vaksin
didasarkan kepada galur virus yang diadaptasikan pada kelinci dan secara
beruntun disepihkan pada sel ginjal pedet, menghasilkan vaksin yang aman karena
tidak dikeluarkan oleh penerima (resipien), ampuh karena vaksin itu menimbulkan
kekebalan jangka panjang, dan murah pembuatannya. Itu merupakan salah satu
vaksin yang paling baik untuk mengatasi penyakit hewan, tetapi vaksin yang digunakan
dewasa ini tidak tahan panas dan memerlukan ”rantai-dingin” yang harus
dipertahankan dengan baik, suatu masalah praktis yang sulit diatasi bagi banyak
daerah yang kejangkitan rinderpest. Dengan vaksin virus hidup teratenuasi yang
ditumbuhkan dalam biakan sel, antibodi untuk pertama kali dapat dideteksi 7-17
hari setelah vaksinasi, dan antibodi penetral tetap ada seumur hidup.
sangat membantu makasih kaka :) lanjutin terus karyanya,aku izin copas yha buat tugas sekolah
BalasHapusTerimakasih kembali :) . Jangan lupa tulis sumber yaa
Hapusterimakasii
BalasHapus